Mengenal Istana Presiden Yang Disebut Jokowi Berbau Kolonial
Nasional

Mengenal Istana Presiden Yang Disebut Jokowi Berbau Kolonial

Petah.id - Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait ‘bau kolonial’ di istana negara menuai ragam reaksi publik. Pernyataan tersebut beliau sampaikan ketika memberikan pengarahan kepada kepala daerah seluruh Indonesia di Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurut presiden, dua istana negara di Jakarta sangat kental dengan bau kolonialisme karena merupakan warisan Belanda. "Saya hanya ingin menyampaikan bahwa itu sekali lagi, Belanda, bekas gubernur jenderal Belanda. Dan sudah kita tempati 79 tahun, ini bau-bau kolonial selalu saya rasakan setiap hari dibayang-bayangi," ucap Jokowi sebagaimana dikutip melalui siaran YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (13/8/2024).Lantas, bagaimana sebenaranya sejarah istana kepresidenan di Jakarta? Mari kenal lebih jauh.Istana Presiden Indonesia merupakan kediaman resmi presiden dan tempat berlangsungnya berbagai kegiatan kenegaraan. Saat ini, terdapat enam Istana Kepresidenan yang tersebar di Indonesia. Dua diantaranya terdapat di Ibukota Jakarta, yakni Istana Merdeka dan Istana Negara. Istana Merdeka terletak di Jalan Merdeka Utara dan menghadap ke Taman Monumen Nasional. Pembangunan istana ini diarsiteki oleh Drossares dan dilaksanakan ketika masa pemerintahan Gubernur Jenderal James Loudon pada tahun 1873. Pembangunan baru rampung tahun 1879 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Willem van Landsbarge. Istana ini dulu dikenal dengan nama Istana Gambir.Dilansir dari laman Kementerian Sekretariat Negara, hingga kini, sebanyak 20 orang telah mendiami Istana Merdeka: 15 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, 3 Saiko Syikikan (Panglima Tertinggi Tentara XVI Jepang di Jawa), dan 2 Presiden RI. Namun dari 15 Gubernur Jenderal Belanda itu, hanya 4 orang yang benar-benar tinggal; yang lainnya memilih Istana Bogor. Presiden RI yang betul-betul tinggal adalah Presiden pertama Soekarno, Presiden keempat Abdurrahman Wahid, dan Presiden ketujuh Joko Widodo sebelum kemudian bertempat tinggal di Istana Bogor.Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, istana ini menjadi saksi penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Republik Indonesia Serikat diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan Kerajaan Belanda diwakili oleh A.H.J. Lovink, Wakil Tinggi Mahkota di Indonesia.Sedangkan Istana Negara, merupakan Istana Kepresidenan Indonesia yang terletak di Jalan Veteran dan menghadap ke Sungai Ciliwung. Istana ini membelakangi Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional dan dihubungkan oleh Halaman Tengah.Istana Negara pada awalnya merupakan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda yang bernama J.A. van Braam. Ia mulai membangun kediamannya pada tahun 1796, (pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten) sampai dengan tahun 1804 (pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg). Namun, pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda, dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jenderal Belanda. Oleh karena itu pula, istana ini dijuluki “Hotel Gubernur Jenderal”.Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara diantaranya tatkala Jenderal de Kock menguraikan rencananya untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol kepada Gubernur Jenderal Baron van der Capellen. Demikian pula halnya tatkala Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel.  Terlepas dari pengakuan Presiden Joko Widodo yang dibayang-bayangi bau kolonial selama mendiami istana peninggalan pemerintah Hindia Belanda, keduanya menyimpan cerita penting dan tidak bisa dilepaskan dari sejarah tumbuhnya Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Periode 14-20 Agustus 2024: Harga Kelapa Sawit Mitra Plasma Di Riau Rp3.120 Per Kilogram
Pekanbaru

Periode 14-20 Agustus 2024: Harga Kelapa Sawit Mitra Plasma Di Riau Rp3.120 Per Kilogram

Pekanbaru, Petah.id – Dinas Perkebunan Provinsi Riau bersama tim telah melaksanakan rapat penetapan harga kelapa sawit mitra plasma periode 14 – 20 Agustus 2024. Penetapan ini menggunakan tabel rendemen harga baru hasil kajian dari PPKS Medan yang disepakati oleh Tim. Dilansir dari Media Center Riau, Kepala Dinas Perkebunan Riau Syahrial Abdi mengatakan, untuk kenaikan harga tertinggi berada dikelompok umur 9 tahun sebesar Rp 5,36/Kg atau mencapai 0,17% dari harga minggu lalu. Sehingga harga pembelian TBS petani untuk periode satu minggu kedepan naik menjadi Rp 3.120,44/Kg. “Dengan harga cangkang berlaku untuk satu bulan kedepan dengan harga sebesar Rp 19,03/Kg. Pada periode ini indeks K yang dipakai adalah indeks K untuk 1 bulan kedepan yaitu 91,96%, harga penjualan CPO minggu ini turun sebesar Rp 13,09 dan kernel minggu ini naik sebesar Rp 172,71 dari minggu lalu,” katanya. Ada beberapa PKS yang tidak melakukan penjualan, berdasarkan permentan nomor 01 tahun 2018 pasal 8 maka harga CPO dan kernel yang digunakan adalah harga rata-rata tim, apabila terkena validasi 2 maka digunakan harga rata-rata KPBN. Harga rata-rata CPO KPBN periode ini adalah Rp 13.082,00 dan harga rata-rata kernel KPBN periode ini Rp 9.111,00.   Syahrial Abdi menambahkan, Kenaikan harga minggu ini lebih disebabkan karena faktor naiknya harga Kernel. Pihaknya bersama tim juga berkomitmen agar selalu melakukan perbaikan tata Kelola agar penetapan harga ini sesuai dengan regulasi dan berkeadilan untuk kedua belah pihak yang bermitra.  “Membaiknya tata kelola penetapan harga ini merupakan upaya yang serius dari seluruh stakeholder yang didukung oleh Pemerintah Provinsi Riau dan Kejaksaan Tinggi Riau. Komitmen bersama ini pada akhirnya tentu akan berimbas pada peningkatan pendapatan petani yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat,” jelasnya. Berikut penetapan harga TBS kelapa sawit kemitraan plasma di Provinsi Riau No. 29 periode 14 – 20 Agustus 2024:Umur 3 Th ( Rp 2.393,97);Umur 4 Th (Rp 2.724,15);Umur 5 Th (Rp 2.890,34);Umur 6 Th (Rp 3.017,83);Umur 7 Th (Rp 3.081,60);Umur 8 Th (Rp 3.118,15);Umur 9 Th (Rp 3.120,44);Umur 10- 20 Th (Rp 3.102,60);Umur 21 Th (Rp 3.052,28);Umur 22 Th (Rp 3.003,65);Umur 23 Th (Rp 2.952,14);Umur 24 Th (Rp 2.895,47);Umur 25 Th (Rp 2.831,98);

Membangun Ekosistem Media Di Era Digital
Sudut Pandang

Membangun Ekosistem Media Di Era Digital

Petah.id - Ujian berat pers dan jurnalisme beberapa waktu terakhir ini erat terkait dengan perkembangan teknologi informasi digital. Dalam dua dekade terakhir pers mengalami setidaknya dua krisis sekaligus yang saling berkelindan. Pertama, sebagai entitas bisnis, pers semakin kehilangan pasar karena terus merosotnya jumlah pembaca, pendengar atau penonton, dan pada gilirannya kehilangan sumber pendapatan utama dari iklan. Kedua, dalam hal konten berita, pers harus bersaing dengan media sosial yang menawarkan konten aneka rupa, dalam bentuk teks, audio, video, grafis, dan animasi yang bersifat interaktif, dengan penyebaran secara cepat, massif, berskala global, meskipun tidak terjamin akurasi dan kebenarannya. Sejumlah penelitian mengungkapkan, media sosial menjadi pilihan pertama publik untuk mengakses informasi, meskipun informsinya belum tentu kredibel Perusahaan media konvensional yang tidak lagi mampu bertahan, menyerah kalah. Data Serikat Perusahaan Suratkabar (SPS) mengungkapkan, jumlah perusahaan media cetak anggota SPS cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada 2021 jumlah anggota SPS 593 media, kemudian jauh berkurang menjadi 399 media pada tahun 2022.1 Media cetak yang berusaha bertahan umumnya hidup dengan beragam keterbatasan, terpaksa menurunkan standar kinerja, mengurangi jumlah halaman media, tiras pun turun. Kondisi media radio dan televisi tidak jauh berbeda dari media cetak. Sebagian dari media-media konvensional berupaya beradaptasi dengan ekosistem digital, bermigrasi ke media siber, atau melakukan konvergensi antarplatform. Ada yang berhasil, tetapi tak sedikit yang menjumpai kegagalan. Bisnis media siber yang sekilas memberi harapan ternyata tidak mudah diselami. Mereka tidak hanya harus bersaing dengan sesama media siber, dalam perebutan pasar dan kue iklan, namun lebih-lebih harus menghadapi dominasi platform global: google, facebook, youtube, dan lainnya. Kondisi kesehatan pers umumnya yang kurang menggembirakan tergambar dari hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers yang diselenggarakan Dewan Pers. Hasil survei dalam beberapa tahun terakhir mengungkapkan ketergantungan cukup besar perusahaan perusahaan pers di daerah pada dana iklan pemerintah daerah sebagai sumber pendapatan utama. Konsekuensinya, mereka amat rentan terhadap intervensi kekuasaan. Jumlah media siber memang bertumbuh, tetapi tidak banyak yang berkembang menjadi institusi pers yang mandiri dan mampu menyajikan karya jurnalistik berkualitas. Untuk dapat bertahan dan berkembang, secara bisnis, sebagian media siber akhirnya mengikuti logika bisnis platform global yang tidak selalu sejalan dengan kaidah jurnalistik yang mengedepankan kepentingan publik. Menyikapi kondisi demikian, Dewan Pers sebagai lembaga independen yang mengemban peran berdasarkan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers untuk mengembangkan kehidupan pers, tidak berdiam diri. Program dan kegiatan Dewan Pers selama ini telah diorientasikan untuk secara umum mampu menciptakan ekosistem bagi tumbuh kembang pers secara sehat. Melalui program dan kegiatan pendataan, Dewan Pers mendorong perusahaan-perusahaan pers memenuhi standar sebagai perusahaan pers profesional: sehat secara bisnis dan berkualitas dari sisi karya jurnalistik yang dihasilkan. Dewan Pers beberapa kali menyelenggarakan kegiatan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas media, agar mampu mempraktikkan model-model bisnis yang sesuai dengan era digital. Selain itu, Dewan Pers juga memfasiitasi penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan untuk mendorong peningkatan kemampuan profesionalisme wartawan. Dewan Pers juga beberapa kali menyelenggarakan literasi terkait penegakan etika jurnalistik. Secara khusus, pada tahun politik 2023 ini, Dewan Pers melangsungkan workshop peliputan pemilu secara maraton di sekitar 30 provinsi di Indonesia. Upaya lainnya yang cukup strategis terkait pengembangan bisnis media dilakukan Dewan Pers bersama Konstituen yaitu pengajuan draf Rancangan Perpres tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas. Melalui peraturan tersebut nantinya diharapkan perusahaan pers dapat memperoleh kompensasi yang lebih adil atas pemanfaatan konten berita mereka oleh platform global. Namun, membangun ekosistem media yang sehat tentu tidak dapat dilakukan oleh hanya satu-dua pihak. Dibutuhkan sinergi berbagai pihak: Dewan Pers bersama konstituen, organisasi perusahaan pers, organisasi wartawan, dan stakeholder pers secara umum. Selain itu, dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, pers merupakan salah satu unsur penegak demokrasi. Oleh karena itu, terdapat tanggung jawab yang melekat pada Negara untuk menjamin tumbuh kembang pers secara sehat. Hal itu perlu dipantau terus menerus antara lain dalam pembentukan regulasi dan kebijakan yang menguatkan kemerdekaan pers, pemberian insentif perpajakan bagi perusahaan pers, fasilitasi bagi peningkatan kepasitas pers dan wartawan, dan literasi media bagi publik.Ninik Rahayu (Ketua Dewan Pers 2022-2025) *Tulisan ini disadur dari Jurnal Dewan Pers Volume 26, Desember 2023

Mengapa Revisi UU Polri Layak Dihentikan?
Sudut Pandang

Mengapa Revisi UU Polri Layak Dihentikan?

Pekanbaru, Petah.id - Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sedang menuai sorotan publik. Dalam waktu yang begitu singkat, rapat paripurna DPR pada Selasa 28 Mei 2024 telah mengesahkan RUU Polri menjadi usul inisiatif DPR. Hal ini cukup mengejutkan, mengingat RUU Polri tidak termasuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2024.Kepolisian memang memerlukan dasar hukum yang kuat guna melaksanakan tugasnya dalam menghadapi tantangan yang seiring dengan perkembangan zaman. Di sisi lain, UU Nomor 2 Tahun 2002 sudah berusia lebih dari 20 tahun sehingga boleh jadi tidak lagi mampu menjawab tantangan tersebut. Namun berkaca pada proses, mekanisme dan isi revisi UU Polri yang saat ini sedang di ‘godok’ DPR, harapan membentuk Polri yang lebih optimal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat disinyalir bakal kontraproduktif. Setidaknya hal itu tampak dari beberapa poin berikut:Pertama, revisi UU Polri tidak menjawab problem kompetensi dan integritas institusi Polri. Masyarakat menantikan institusi kepolisian yang memiliki kompetensi dan integritas. Dua persoalan yang kian hari kian diragukan imbas banyaknya kasus-kasus yang mencoreng wajah kepolisian. Data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 2023 menunjukan kepolisian menempati peringkat teratas sebagai institusi yang paling banyak diadukan melakukan pelanggaran HAM dengan jumlah 771 pengaduan. Sepatutnya revisi UU Polri disusun dalam rangka menjawab persoalan tersebut. Memastikan institusi kepolisian yang profesional, modern, transparan, akuntabel dan berintegritas. Caranya dengan menambal sejumlah kelemahan mekanisme pengawasan serta menguatkan kontrol publik terhadap kewenangan kepolisian.Sayangnya, tidak ada perubahan signifikan pada BAB Pembinaan Profesi maupun Lembaga Kepolisian Nasional yang seharusnya dapat menjawab masalah tersebut. Berdasarkan draft revisi yang tersedia, perubahan menyasar pasal 35 Ayat (2) mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sebelumnya diatur oleh ‘Keputusan Kapolri’, kini diatur dengan ‘Peraturan Kepolisan’. Begitupun Pasal 39 Ayat (3) yang berkaitan dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Ketentuan mengenai susunan organisasi, tata kerja, pengangkatan dan pemberhentian anggota Kompolnas yang sebelumnya diatur dengan ‘Keputusan Presiden’, sekarang diatur dengan ‘Peraturan Presiden’. Tidak terlihat upaya menguatkan peran kompolnas dengan memperluas wewenang, mendorong lebih banyak keterlibatan anggota masyarakat, termasuk dalam hal penegakan etik dan disiplin anggota Polri dalam revisi UU ini.Kedua, revisi UU Polri cenderung mengakomodir kepentingan internal institusi, bukan kebutuhan publik. Hal tersebut tercermin dari penambahan batas usia maksimum anggota Polri. Pasal 30 Ayat (2) huruf a dan b yang secara rinci mengatur batas usia anggota Polri sama sekali tidak ada urgensinya dengan kebutuhan publik. Dalam kacamata yang lebih kritis, ketentuan ini akan berkait erat dengan pengesahan RUU Aparatur Sipil Negara maupun RUU Kementerian Negara yang membuka ruang bagi anggota Polri untuk menduduki sejumlah jabatan sipil.Selain itu, menurut Pasal 16 Ayat (1) huruf n, Polri memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi pengangkatan untuk penyidik pegawai negeri sipil dan/atau penyidik lain yang ditetapkan oleh UU sebelum diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM. Kewenangan semacam ini membuka peluang menguatnya intervensi Polri sekaligus menjauhkan independensi lembaga lain seperti misalnya KPK. Mengingat penyidiknya diangkat berdasarkan rekomendasi dari institusi Polri. Ketentuan-ketentuan yang dirancang dalam revisi UU Polri semakin menguatkan kesan peran politis institusi Polri.Ketiga, perluasan kewenangan, tugas dan fungsi Polri dalam revisi UU Polri mengancam prinsip Hak Asasi Manusia. Sorotan utama ada pada kewenangan melakukan penyadapan sebagaimana Pasal 14 ayat (1) huruf o. RUU ini bahkan tidak mengharuskan anggota kepolisian untuk mendapatkan izin jika ingin melakukan penyadapan. Belum selesainya UU yang secara spesifik mengatur penyadapan membuat kewenangan ini rentan disalahgunakan. Sebagai informasi, RUU Penyadapan sampai saat ini masih tertahan di DPR sejak digulirkan pada 2023 lalu.Persoalan lain ada pada Pasal 16 Ayat (1) huruf q yang memperkenankan Polri melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap Ruang Siber. Kewenangan atas Ruang Siber tersebut disertai dengan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan memperlambat akses Ruang Siber untuk tujuan keamanan dalam negeri. Berkaca dari pengalaman, tindakan membatasi Ruang Siber kerap kali digunakan untuk meredam isu-isu yang mengkritik pemerintah sehingga mempersempit ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi publik. Pengawasan Ruang Siber juga berpotensi melanggar hak privasi dan hak individu dalam memperoleh informasi. Apalagi seperti sudah disinggung sebelumnya, bertambahnya deretan kewenangan kepolisian tidak diiringi dengan pengaturan terkait mekanisme pengawasan (oversight mechanism). Wajar bila perluasan kewenangan dalam Revisi UU Polri disimpulkan sebagai ancaman terhadap HAM.Keempat, revisi UU Polri terburu-buru, sarat kepentingan politik dan minim partisipasi publik. Mengingat peran Polri begitu penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pembahasan RUU Polri ketika masa transisi pemerintahan bukanlah tindakan yang bijaksana. Langkah DPR yang tiba-tiba menginisiasi Revisi UU Polri (bersama 3 RUU lain: UU TNI, UU Kementrian Negara dan UU Keimigrasian) patut dicurigai. Apalagi banyak pekerjaan rumah berupa RUU dalam Prolegnas yang belum mereka selesaikan. RUU dengan ‘jalur khusus’ seperti revisi UU Polri semakin kentara melihat proses rapat paripurna DPR 28 Mei 2024 lalu. Dengan dalil mempersingkat waktu, pendapat fraksi-fraksi tidak dibacakan dan hanya disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR. Pola semacam ini membawa ingatan publik terhadap lahirnya sejumlah UU kontroversial beberapa waktu lalu. Dikebut dan disahkan secara tertutup serta minim partisipasi bermakna dari publik.Kiranya 4 poin argumentasi diatas sudah cukup menegaskan bahwa Revisi UU Polri yang sedang ‘kejar tayang’ di DPR layak dihentikan pembahasannya. Polri butuh dasar hukum yang baru, yang disusun secara baik dan tidak terburu-buru. Itulah mengapa perlu menyuarakan penghentian revisi UU Polri yang berjalan sekarang ini. Sekalipun kita sadar, desakan-desakan dari masyarakat sipil di luar parlemen bukan hambatan berarti bagi mereka. Para pejabat culas yang doyan mengubah aturan demi dan atas nama kepentingan kelompoknya.Amin Multazam (Pegiat Hak Asasi Manusia, Aktivis Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan)

3 Helikopter Dikerahkan untuk Padamkan Karhutla di Siak
Lingkungan

3 Helikopter Dikerahkan untuk Padamkan Karhutla di Siak

Siak, Petah.id - Sedikitnya ada 6 hektar lahan gambut dalam di Kampung Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak habis dilahap si jago merah. Tim dari BPBD, TNI, Polri dan Masyarakat Peduli Api bahu mebahu memadamkan api tersebut. Plt Kalaksa BPBD Siak Heriyanto mengatakan lahn yang terbakar merupakan gambut dalam sehingga tim sedikit kesulitan melakukan pemadaman. "Lahan gambut dalam yang terbakar sehingga tim harus ekstra untuk memadamkan api tersebut," kata Plt Kalaksa BPBD Siak Heriyanto. Pemadaman tersebut, tambah Heriyanto, sudah berlangsung selama 5 hari dibantu dengan 3 helikopter. "Dihari ke tiga api sudah padam tinggal pendinginan saja. tim gabungnan dibantu dengan 3 helikopter memadamkannya," sebut Heriyanto. Sementara itu, Kadaops Manggala Agni Siak Ihsan menyampaikan, per Senin (22/7/2024) sudah memasuki hari ke 5 pemadaman. "Ini hari ke lima pemadaman. Api sudah padam, tinggal pendinginan saja. Tim gabungan masih stanby di lokasi," kata Kadaops Manggala Agni Siak, Ihsan Abdillah, Senin (22/7/2024). Dikatakan Ihsan, dalam proses pemadaman, ada 3 helikopter dari BNPB Provinsi Riau turut memadamkan karhutla di Kecamatan Dayun tersebut. Lahan gambut disertai semak belukar dari pakis menjadi salah satu kendala tim dalam memadamkan api. "Selain tanahnya gambut, ada semak belukar yang mudah tersulut api menjadi kendala tersendiri bagi tim untuk memadamkan api," sebutnya. Selain itu, cuaca panas dan angin tak menentu menjadikan api semakin berkobar. "Tambah cuaca yang sangat panas dan  situasi arah angin bikin tantangan tersendiri," kata dia. Hal serupa juga terjadi di Kampung Tuah Indrapura, Kecamatan Bungaraya. Sedikitnya ada seperempat hektar lahan yang terbakar pada Rabu (17/7/24). Petistiwa tersebut tidak berlangsung lama karena tim dan masyarakat langsung ke lokasi untuk memadamkan. Terbakarnya hutan dan lahan juga terjadi di Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit pada Kamis (18/7/2024).  Setengah hektar lahan milik masyarakat terbakar. Namun, tim juga bergerak cepat sehingga api tak meluas dan mudah dipadamkan.

Mendagri Instruksikan Pemda Tingkatkan Kinerja Pengelolaan Sumber Daya Air
Lingkungan

Mendagri Instruksikan Pemda Tingkatkan Kinerja Pengelolaan Sumber Daya Air

Jakarta, Petah.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam Mendukung Peningkatan Kinerja Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pelaksanaan Forum Air Sedunia ke-10.Instruksi yang dialamatkan kepada gubernur dan bupati/wali kota tersebut terbit dalam rangka mewujudkan ketahanan air, serta ketangguhan terhadap bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim. Di dalamnya terdapat sejumlah poin penting yang perlu dilaksanakan oleh Pemda.Pertama, Pemda diarahkan untuk melaksanakan kebijakan di bidang sumber daya air yang berorientasi mewujudkan ketahanan. Hal itu meliputi peningkatan kualitas air, konservasi dan pemulihan ekosistem air tawar dan keanekaragaman hayati, penghematan dan efisiensi air, hingga penyediaan akses air minum dan sanitasi yang aman untuk masyarakat sebagai hak asasi manusia yang utama.“Termasuk pembangunan infrastruktur pengelolaan air limbah dan limbah padat serta pelayanan kebersihan di perkotaan, penyediaan air untuk pangan/pertanian, dan pemanfaatan sumber daya air untuk energi,” demikian bunyi Inmendagri tertanggal 3 Mei 2024 tersebut.Kedua, Pemda diminta berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola, kerjasama, dan diplomasi air. Upaya ini melalui peningkatan dialog, kerja sama, partisipasi, dan koordinasi semua pemangku kepentingan yang terkait dengan pengelolaan wilayah sungai, lintas batas wilayah sungai, danau, lahan basah (gambut/rawa), pulau-pulau kecil, serta akuifer air tanah. Sedangkan upaya lainnya melalui pengembangan budaya dan kearifan lokal yang mendukung tata kelola air di wilayah masing-masing.Selain itu, Pemda perlu mengembangkan institusi dan penegakan kerangka hukum yang transparan dan akuntabel. “Serta peningkatan integritas dan penguatan, kesetaraan gender, keterlibatan pemuda, dan penghormatan terhadap hak-hak kelompok minoritas dan komunitas lokal/masyarakat adat,” sambungnya.Ketiga, Pemda diimbau untuk mewujudkan ketangguhan bencana hidrometeorologi melalui kebijakan dan program pencegahan serta pengelolaan banjir yang terpadu. Hal ini meliputi mitigasi kejadian cuaca ekstrem, pengendalian banjir, perlindungan zona pesisir, penanganan sedimentasi, dan pengembangan sistem peringatan dini.Selain itu Pemda perlu menerapkan kebijakan dan program pencegahan kekeringan, langkah ini melalui penyusunan rencana adaptasi, pemilihan tanaman tahan kekeringan, serta restorasi lahan gambut dan bakau. Program lainnya, penerapan pengurangan risiko bencana berbasis ekosistem melalui restorasi dataran banjir dan hutan bakau serta infrastruktur hijau, juga perlu dilakukan.“Peningkatan ketahanan infrastruktur air terhadap kejadian cuaca ekstrem, dan pengembangan sistem peringatan dini, termasuk rencana kesiapsiagaan dan analisis skenario bencana, serta mengurangi kerentanan masyarakat terhadap risiko bencana,” lanjutnya.Keempat, dukungan Pemda ini juga diminta untuk diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah dengan didukung alokasi anggaran yang memadai, serta peningkatan investasi pembiayaan infrastruktur kebencanaan.Tak hanya itu, terbitnya Inmendagri ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap penyelenggaraan Forum Air Sedunia (World Water Forum) ke-10 di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang. Karena itu, Pemda diminta untuk mendukung pelaksanaan World Water Forum (WWF) ke-10 tersebut melalui publikasi secara masif dan serentak di daerah sejak April 2024 hingga 31 Mei 2024. 

Hore! Pemprov Riau Dapat Bantuan Satu Unit Helikopter Water Bombing Dari BNPB Pusat
Lingkungan

Hore! Pemprov Riau Dapat Bantuan Satu Unit Helikopter Water Bombing Dari BNPB Pusat

Pekanbaru, Petah.id - Pemerintah Provinsi Riau menerima bantuan helikopter water bombing dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk antisipasi dan penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), Selasa (7/5/2024).Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPB) Provinsi Riau, M Edy Afrizal menyampaikan, bahwa helikopter water bombing bantuan dari BNPB Pusat telah tiba di Pekanbaru pada Minggu, (5/5/2024) kemarin. Saat ini, katanya, helikopter water bombing itu berada di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru."Iya, bantuan helikopter dari BNPB sudah datang kemarin (Ahad) di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru. Helikopter ini dua fungsi bisa untuk patroli dan water bombing,"katanya.Edy mengatakan, helikopter bantuan BNPB tersebut memiliki kemampuan mengangkut air hanya 800 liter. Dimana helikopter ini lebih kecil dibandingkan helikopter water bombing pada umumnya mencapai ribuan liter. "Helikopter itu bisa juga digunakan untuk water bombing jika dibutuhkan. Tapi kita lebih fokuskan untuk patroli. Namun dalam waktu dekat bantuan helikopter water bombing kapasitas besar dari BNPB segera datang,"ujarnya. Lebih lanjut Edy menjelaskan kondisi Karhutla di Riau dalam beberapa hari belakangan ini Riau nihil. Hal ini karena sebagian besar wilayah Riau diguyur hujan."Mudah-mudahan seterusnya begitu, tapi kalau melihat perkiraan cuaca BMKG bulan Mei ini sudah mulai musim panas, namun kita terbantu masih ada turun hujan,"harapnya.Edy menuturkan, sebelumnya Provinsi Riau juga telah mendapat bantuan helikopter patroli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). "Helikopter tersebut untuk memonitor Karhutla di kabupaten kota se-Riau, dengan adanya armada Helikopter ini dapat melakukan patroli secara berkala terhadap Karhutla,"ucapnya.

Halaman 1 dari 4